TANTANGAN PENGURUS RANTING NAHDLATUL ULAMA DI ERA GLOBALISASI DAN DIGITALISASI
Oleh Muhamad Asrori, S.Ag, M.Pd

By ILHAM ARIANDA 28 Okt 2025, 21:32:47 WIB ASWAJA

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi sosial-keagamaan terbesar di Indonesia memiliki struktur yang sangat luas dan menjangkau berbagai lapisan masyarakat, mulai dari tingkat pusat hingga ranting di pelosok desa. Di tingkat paling bawah, pengurus ranting NU memegang peranan yang sangat penting, karena merekalah yang berhadapan langsung dengan masyarakat akar rumput. Mereka menjadi ujung tombak dalam menjaga nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), menggerakkan kegiatan keagamaan, sosial, dan budaya di tengah kehidupan masyarakat.

Namun, perkembangan zaman yang sangat cepat menuntut setiap pengurus NU di semua tingkatan untuk menyesuaikan diri. Era globalisasi dan digitalisasi membawa perubahan besar dalam cara manusia berkomunikasi, bekerja, berpikir, bahkan dalam memahami agama. Kondisi ini memberikan peluang besar bagi NU untuk memperluas dakwah dan khidmah, namun juga menghadirkan tantangan serius yang harus dihadapi dengan bijaksana dan terencana.

1. Tantangan Globalisasi terhadap Pengurus Ranting NU

Baca Lainnya :

Globalisasi adalah proses keterbukaan dunia yang memungkinkan informasi, budaya, ideologi, dan teknologi mengalir tanpa batas antarnegara. Di satu sisi, globalisasi mempercepat kemajuan ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Namun di sisi lain, globalisasi juga membawa dampak negatif yang dapat menggerus nilai-nilai lokal dan kearifan tradisional yang selama ini menjadi fondasi kehidupan masyarakat.

a. Pergeseran Nilai dan Tradisi Lokal

Salah satu dampak nyata dari globalisasi adalah melemahnya ikatan sosial dan budaya tradisional. Banyak generasi muda di desa-desa kini lebih tertarik pada budaya populer global dibandingkan kegiatan keagamaan lokal seperti tahlilan, manaqiban, yasinan, atau shalawatan. Mereka lebih akrab dengan dunia hiburan digital daripada majelis ilmu di langgar atau musholla.

Dalam situasi ini, pengurus ranting NU memiliki tantangan besar untuk menghidupkan kembali tradisi keagamaan lokal dengan kemasan yang menarik dan relevan bagi generasi muda. Misalnya, dengan mengadakan kegiatan tahlil millennial, festival hadrah, atau lomba dakwah kreatif berbasis budaya lokal.

b. Masuknya Paham Keagamaan Transnasional

Arus global juga membawa berbagai ideologi dan paham keagamaan yang berasal dari luar negeri, sebagian di antaranya tidak sejalan dengan prinsip Aswaja. Paham-paham radikal dan puritan yang menolak tradisi lokal kini mudah menyebar melalui media sosial dan jaringan internasional.

Dalam kondisi seperti ini, pengurus ranting NU perlu menjadi benteng utama dalam menjaga aqidah dan tradisi masyarakat. Mereka harus memiliki pemahaman keislaman yang mendalam, sekaligus kemampuan berdialog dan menjelaskan nilai-nilai Aswaja secara ilmiah dan santun.

c. Perubahan Sosial dan Pola Hidup Masyarakat

Modernisasi yang lahir dari globalisasi telah mengubah pola hidup masyarakat, termasuk di pedesaan. Banyak warga yang sibuk bekerja di kota, sehingga waktu untuk kegiatan sosial-keagamaan semakin berkurang. Gotong royong mulai luntur, dan semangat kebersamaan menurun.

Di sinilah peran pengurus ranting NU menjadi sangat penting untuk menjaga solidaritas sosial dan semangat kebersamaan. Melalui kegiatan keagamaan, sosial, dan ekonomi umat, NU di tingkat ranting dapat menjadi perekat masyarakat agar tidak tercerabut dari akar budaya dan spiritualnya.

2. Tantangan Digitalisasi terhadap Pengurus Ranting NU

Digitalisasi telah mengubah hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Dunia maya kini menjadi ruang baru bagi interaksi sosial, dakwah, bahkan pembentukan opini publik. Namun, tidak semua orang siap menghadapi perubahan ini, terutama di lingkungan organisasi berbasis masyarakat seperti NU di tingkat ranting.

a. Rendahnya Literasi Digital Pengurus dan Warga

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pengurus ranting NU adalah minimnya kemampuan dalam menggunakan teknologi digital. Banyak pengurus yang masih gagap teknologi, belum terbiasa menggunakan aplikasi pertemuan daring, media sosial, atau sistem administrasi digital.

Padahal, kegiatan organisasi di era sekarang menuntut kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi. Pembuatan laporan, publikasi kegiatan, serta koordinasi antarstruktur NU bisa dilakukan dengan cepat jika pengurus ranting melek digital.

Oleh karena itu, perlu ada program literasi digital bagi pengurus ranting, agar mereka dapat mengelola organisasi dengan lebih modern dan efisien.

b. Penyebaran Hoaks dan Paham Radikal di Dunia Maya

Dunia digital kini menjadi medan dakwah baru yang sekaligus penuh bahaya. Banyak berita palsu, ujaran kebencian, dan paham keagamaan ekstrem yang tersebar luas di media sosial. Masyarakat awam mudah terpengaruh oleh informasi yang tidak jelas sumbernya.

Pengurus ranting NU harus mampu berperan aktif dalam dakwah digital, menyebarkan konten positif, meluruskan berita hoaks, serta menjadi sumber rujukan keagamaan yang moderat dan terpercaya. Dengan menjadi “mujahid digital”, ranting NU dapat ikut menjaga perdamaian dan keutuhan bangsa.

c. Keterbatasan Infrastruktur Teknologi di Tingkat Desa

Tidak semua ranting NU memiliki akses internet yang stabil atau perangkat digital yang memadai. Banyak wilayah pedesaan masih mengalami kesenjangan teknologi. Hal ini membuat ranting sulit mengikuti pelatihan daring atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan digitalisasi organisasi.

Maka, dukungan dari pemerintah daerah dan lembaga NU di tingkat cabang dan wilayah sangat dibutuhkan untuk memperkuat sarana dan prasarana digital di tingkat ranting, agar tidak tertinggal dalam arus transformasi teknologi.

3. Strategi dan Peran Pengurus Ranting NU Menghadapi Tantangan Zaman

Meskipun tantangan globalisasi dan digitalisasi sangat besar, hal ini sebenarnya dapat menjadi peluang jika dihadapi dengan strategi yang tepat. Pengurus ranting NU dapat mengambil peran penting dalam membangun masyarakat yang religius, cerdas, dan berdaya saing tinggi.

a. Penguatan Kaderisasi dan Literasi Digital

Pengurus ranting perlu mengadakan pelatihan kader yang tidak hanya fokus pada pemahaman keagamaan, tetapi juga keterampilan digital, manajemen organisasi, dan komunikasi publik. Kader muda NU perlu didorong untuk aktif mengelola akun media sosial ranting, membuat konten dakwah kreatif, serta menjadi duta moderasi beragama di dunia maya.

b. Dakwah Kultural dan Kolaboratif

Dakwah NU yang bersifat kultural perlu terus dikembangkan dengan cara-cara yang lebih modern. Tradisi tahlilan, shalawatan, dan pengajian tidak harus ditinggalkan, tetapi bisa dikemas lebih menarik dengan melibatkan anak muda dan komunitas kreatif. Kolaborasi antara pengurus ranting, badan otonom, serta lembaga-lembaga pendidikan NU menjadi kunci untuk membangun gerakan dakwah yang inklusif dan berkelanjutan.

c. Pemberdayaan Ekonomi dan Sosial Umat

Tantangan globalisasi juga berdampak pada ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, pengurus ranting NU perlu berperan aktif dalam menggerakkan ekonomi umat melalui koperasi, pertanian berbasis pesantren, atau UMKM anggota NU. Dengan demikian, dakwah NU tidak hanya berbentuk ceramah, tetapi juga pemberdayaan nyata yang meningkatkan kesejahteraan warga.

d. Digitalisasi Administrasi dan Kegiatan Organisasi

Pengurus ranting perlu mulai memanfaatkan teknologi untuk kegiatan administrasi, seperti pendataan anggota, laporan kegiatan, dan publikasi kegiatan di media sosial. Dengan cara ini, transparansi dan efektivitas organisasi dapat meningkat, serta kegiatan ranting bisa dikenal lebih luas oleh masyarakat.

Penutup

Era globalisasi dan digitalisasi tidak dapat dihindari. Dunia berubah sangat cepat, dan NU sebagai organisasi yang telah berusia hampir satu abad harus mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya. Pengurus ranting NU memiliki peran paling vital dalam proses ini, karena mereka berhadapan langsung dengan masyarakat di tingkat paling bawah.

Dengan semangat khidmah dan nilai-nilai Aswaja, pengurus ranting NU harus terus berinovasi dalam berdakwah, berorganisasi, dan berjuang di tengah arus perubahan zaman. Tantangan globalisasi dan digitalisasi bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk memperluas dakwah, memperkuat ukhuwah, dan meneguhkan peran NU sebagai pelindung umat dan penjaga moral bangsa.

)* Ketua Ranting NU Lowokwaru Tawangrejeni Turen




Video Terkait:

Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment